Kendari, DPDGMNISULTRA.ID – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Komisariat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Halu Oleo Kendari menggelar dialog interaktif digedung perkuliahan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan pada, Jumat (30/12/2023).
Dialog tersebut mengangkat tema Krisis Ekologi Dalam Sektor Kemaritiman di Wilayah Sulawesi Tenggara. Tema ini diusung oleh panitia penyelenggara sebagai bahan untuk menganalisa dan mengkaji krisisnya ekologi disektor kemaritiman khususnya di wilayah Sulawesi Tenggara.
Di mana, daerah Sulawesi Tenggara yang dikenal sebagai daerah yang mempunyai potensi Sumber Daya Alam (SDA) dan Strategis yang lebih dominan lautan dibanding daratan.
Dalam dialog ini juga membahas tentang krisis ekologi adalah masalah serius yang mempengaruhi lingkungan dan kehidupan manusia. Namun, di wilayah Sulawesi Tenggara masalah ini terus berlarut-larut tanpa adanya solusi dan upaya dari pemerintah untuk menghentikan masalah krisis ekologi ini bahkan diminimalisir pun belum dirasakan masyarakat secara umum.
Hadir sebagai narasumber tokoh-tokoh organisatoris dan akademisi yakni Ketua DPC GMNI Kota Kendari, Bung Rasmin Jaya, Volunteer WALHI Sultra, Dadang Juwoto Boro dan Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo, Tezza Fauzan Hasuba.
Rasmin Jaya dalam ulasannya mengatakan bahwa ekologi di sektor kemaritiman di Sulawesi Tenggara ini menyebut bukan hal yang baru lagi.
Atas kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat sehingga dampak negatif dan konsekuensi bukan hanya pada alam tetapi pada kondisi sosial masyarakat yang bermukim.
“Tentunya hal demikian tak bisa di diamkan, sebagai pemuda dan mahasiswa harus melakukan fungsi kontrol dan pengawasan, dengan membangun gerakan kolektif bisa memberikan dampak yang signifikan untuk masyarakat,” katanya.
Ia juga menjelaskan, kampus sebagai corong pergerakan mahasiswa harus bisa menjadi jembatan penyelesaian masalah antara masyarakat dengan pemerintah.
Pasalnya mahasiswa tak akan pernah lepas dari fungsinya sebagai agen perubahan dan kontrol sosial.
Di lokasi yang sama, Volunteer WALHI Sultra Dadang Juwoto Boro juga memaparkan krisis sosial-ekologis yang terjadi di wilayah pesisir dan pulau pulau kecil berdampak signifikan pada kelompok rentan.
Perempuan dan nelayan tradisional atas akses ruang hidup yang sehat contohnya seperti Perluasan investasi dan hilirisasi pada sektor pertambangan nikel di sulawesi tenggara tercatat mencemari dan merusak laut Wawonii,
Kemudian semakin jauhnya wilayah tangkap nelayan di Mandiodo dan hilangnya aktifitas budidaya rumput laut masyarakat pesisir Torobulu dan lain sebagainya.
“Kita tidak bisa lagi melihat persoalan secara parsial. Pertumbuhan ekonomi yang terus dipaksakan tanpa perspektif lingkungan dan keterlibatan masyarakat tradisional sejatinya adalah potret dominasi negara yang hanya menguntungkan pemilik modal dan swasta.
Kerentanan perempuan dan masyarakat tradisional atas ruang hidupnya wajib menjadi persoalan yang harus disoroti dalam ruang ruang akademis dan kebijakan publik,” ujarnya.
Sementara itu, Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo, Tezza Fauzan Hasuba, menyebut secara detail terkait ilmu pengetahuan krisis ekologi di wilayah Sulawesi Tenggara dan juga memberikan strategi upaya penanggulangan krisis ekologi dalam sektor pesisir.
Beberapa upaya yang harus diimplementasikan untuk meminimalisir terjadinya masalah krisis ekologi pesisir:
1. Pengelolaan pesisir yang berkelanjutan, untuk mempertahankan keseimbangan ekosistem pesisir dan meminimalkan dampak negatif manusia.
2. Restorasi ekosistem, memulihkan ekosistem yang rusak atau terdegradasi contohnya seperti penanaman mangrove, rehabilitasi terumbu karang, dan upaya restorasi lainnya.
3. Pengurangan polusi, mengurangi polusi air dan udara di pesisir termasuk pengelolaan limbah, pengendalian pencemaran, dan pengurangan emisi gas rumah kaca.
4. Edukasi masyarakat, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga ekologi dan memberikan edukasi terkait praktik yang berkelanjutan dalam memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah di Sulawesi Tenggara.
“Sehingga untuk meminimalisir terjadinya banyak krisis, baik krisis Hak Asasi Manusia (HAM), krisis ekologi maupun krisis kemaritiman harus di perkuat pressure sosial kepada kebijakan pemerintah sekaligus mendorong program yang ramah lingkungan agar menjadi kebijakan yang strategis,” jelasnya.
Selain itu, kegiatan positif seperti dialog, seminar, kajian harus sering direalisasikan oleh lembaga baik internal maupun eksternal karena dengan adanya kegiatan-kegiatan positif dapat menumbuhkan nalar kritis, penyelesaian masalah, wawasan tambahan yang akan menjadi investasi personal branding untuk mahasiswa ketika selesai studi.
Penulis : Rasmin Jaya.